BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ikan cupang
merupakan salah satu
jenis ikan hias
air tawar yang
populer dan banyak
digemari masyarakat.
Perkembangan ikan cupang cukup
pesat karena mudah untuk
dipelihara. Namun, penggemar ikan hias ini lebih menyukai ikan jantan daripada betina karena
ikan jantan memiliki nilai estetika dan warna yang lebih bagus
dan menarik serta
memiliki profit yang
lebih tinggi. Ikan cupang (Betta splendens) adalah salah
satu jenis ikan hias yang memiliki banyak bentuk terutama pada bentuk ekor,
seperti tipe mahkota (crown tail), ekor penuh (full tail) dan slayer. Ikan jantan sendiri memiliki
harga yang lebih tinggi atau mahal daripada
betina. Hal ini
disebabkan ikan jantan
memiliki keunggulan dari
morfologi dan warnanya
sehingga menjadi nilai estetika (Zain, 2002).
Ikan cupang (Betta sp ) Ikan hias
merupakan satu komoditas ekonomi non
migas yang potensial,
permintaan yang semakinmeningkat baik
di dalam maupun luar negeri.
Hal ini mendorong
perkembangan budidaya ikan hias diIndonesia. Salah satunya
adalah ikan Betta splendensRegan atau
yang lebih dikenal
dengan nama ikancupang.
Ikan jantan sangat
agresif dan memilikikebiasaan saling
menyerang apabila ditempatkan
dalamsatu wadah (Ostrow, 1989).
Habitat ikan
ini di perairan tawar
seperti, danaudan rawa,
tetapi saat ini
sudah banyak dibudidayakan.Perkembangbiakan Betta splendens bersifat bubblenester, yaitu membuat
sarang busa sebelum
berpijah dan telur-telur dimasukkan
ke dalamnya (Linke, 1994;Sanford,1995).
1.2
Rumusan Masalah
1.
Mengetahui Sejarah Ikan
Cupang
2.
Apa saja Aspek Biologi Ikan Cupang dalam proses hidupnya
?
3.
Bagaimana cara membedakan Jenis-jenis Ikan Cupang yang kita ketahui ?
4.
Mengapa Seksualitas pada Ikan Cupang berlangsung sangat
baik ?
5.
Bagaimana cara mengetahui Kematangan Gonad pada Ikan
Cupang ?
6.
Mengapa Fekunditas selalu dilakukan pada Ikan Cupang ?
1.3
Tujuan
1.
Bagaimana ikan cupang
bisa dikenal dan digemari oleh banyak masyarakat ?
2.
Memahami aspek biologi Ikan Cupang, terutama cirri
morfologi yang bisa dilakukan dan diamati secara langsung.
3.
Mampu mengetahui dan membedakan jenis ikan cupang
4.
Mengetahui tingkat seksualitas pada Ikan Cupang sehingga
mampu memberikan keturunan yang berkualitas
5.
Mengetahui tingkat kematangan gonad pada Ikan, sehingga
tahu kapan saatnya pemijahan dilakukan.
6.
Memahami arti penting fekunditas jika dilakukan pada Ikan
Cupang
1.4
Manfaat
Dengan adanya pembuatan makalah ini, pembaca akan mengetahui cara membedakan
jenis ikan cupang secara morfologis, mampu mengetahui tingkat kematangan gonad
pada jantan dan tingkat seksualitas serta fekunditas. Dalam kehidupa
bermasyarakat, budidaya Ikan Cupang sangat menarik perhatian, sehingga banyak
orang yang membudidayaknya meskipun terkendala oleh telur yang dihasilkan dan
lebih tinggi betina. Dalam makalah ini juga memuat jenis-jenis ikan cupang
sehingga para penggemar ikan cupang akan mengetahui dan memilih ikan yang
sangat disukainya
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Ikan Cupang
(Betta Splendens)
Pada tahun 1849 Theodor Cantor menerbitkan
sebuah artikel tentang ikan petarung yang kemudian dinamainya dengan Macropodus
pugnax. Pada tahun 1909 C. Tate Regan menyadari bahwa pendapat Cantor salah dan
sebenarnya pugnax adalah spesies yang sebelumnya memang sudah ada di alam.
Regan menamai kembali ikan petarung Cantor dengan nama Betta splendens yang
dikenal sampai sekarang. Sebenarnya semua jenis Betta splendens (cupang) yang tersebar di seluruh
dunia berasal dari jenis sirip pendek (plakat) dan selama bertahun-tahun jenis
ini banyak dipelihara oleh orang-orang di Thailand. Disana mereka memijahkan
ikan petarung ini dengan jenis cupang liar. Tujuan utama mereka adalah untuk
mendapatkan petarung yang hebat, baik dari segi kekuatan, ukuran, gaya
bertarung dan warnanya (Perkasa, 2001).
Karena tidak ada seleksi alam, maka setelah
beberapa generasi, cupang yang diperoleh justru mempunyai sirip dada dan
punggung yang panjang. Ikan ini tidak mempunyai “jiwa petarung” karena tidak
agresif dan tidak dapat bergerak dengan cepat jika dibandingkan dengan cupang
bersirip pendek lainnya. Cupang dengan sirip yang panjang ini akhirnya hanya
dapat dinikmati keindahannya saja. Sebenarnya jenis cupang seperti ini sudah ada
sejak orang-orang Eropa dan Amerika datang ke Asia Tenggara pada tahun 1850.
Sekitar tahun 1960an, breeder India berhasil mendapatkan anakan cupang yang
mempunyai dua helai sirip ekor sehingga disebut dengan jenis doubletail. Ciri
khas dari jenis ini adalah sirip dada yang sangat lebar dan tubuhnya sedikit
pendek. Karena ingin menghilangkan cirri-ciri ini,maka mereka menyilangkan
cupang doubletail dengan jenis sirip tunggal,tetapi kemudian hasil yang
diperoleh justru bermacam-macam bentuk sirip dada dan perut (Ostrow, 1989).
Perlahan-lahan hobi memelihara ikan hias
mulai melanda Eropa dan Amerika. Asia meresponnya dengan melakukan persilangan
cupang bersirip panjang secara besar-besaran. Sekarang para pehobi di Eropa dan
Amerika lebih selektif dalam memilih ikannya supaya karakteristik ikannya tetap
terpelihara. Pada tahun 1960, breeder Amerika, Warren Young berhasil
menyilangkan cupang dengan sirip yang sangat panjang dan dinamainya dengan
“cupang Libby”, sesuai dengan nama istrinya. Ikan ini kemudian dijual ke pehobi
di seluruh dunia dan terutama ke peternak di Asia. Jenis inilah yang kemudian
berkembang menjadi jenis veiltail (Perkasa dan Hendry, 2002).
2.2
Aspek Biologi Ikan Cupang (Betta Splendens)
2.2.1
Klasifikasi dan
Morfologi Ikan Cupang (Betta Splendens)
Taksonomi atau
klasifikasi ikan cupang yaitu :
Phylum : Chordata
Class :
Actinopterygii
Order :
Perciformes
Family : Osphronemidae
Genus : Betta
Species :
Betta splendens
Ikan cupang
(Betta splendens) terkenal
karena sifatnya yang
agresif dan kebiasaan hidupnya berkelahi dengan sesama
jenis, sehingga dinamakan fighting
fish. Warna tubuh
ikan ini berwarna-warni, sehingga
menjadi daya tarik
para penggemar dan penghobi
untuk mengoleksinya. Warna-warna
klasik seperti merah, hijau,
biru, abu-abu, dan
kombinasinya banyak dijumpai.
Warna-warna baru juga bermunculan
dari kuning, putih,
jingga, hingga warna-warna
metalik seperti tembaga, platinum, emas, dan kombinasinya (Sugandy, 2001).
Ikan cupang
(Betta splendens) merupakan ikan
yang memiliki banyak
bentuk (Polymorphisme), seperti ekor
bertipe mahkota/serit (crown
tail), ekor setengah bulan/lingkaran (half
moon), ekor pendek
(plakat) dan ekor
tipe lilin/selendang(slayer) dengan
sirip panjang dan
berwarna-warni. Keindahan bentuk
sirip dan warna
sangat menentukan nilai
estetika dan nilai
komersial ikan hias
cupang (Yustina et al, 2003).
Penampakan warna pada
ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : jenis kelamin,
kematangan gonad, genetik
dan faktor geografi.
Cupang jantan dapat
dibedakan dari warnanya
yang cerah dan
menarik, bentuk perut
ramping, serta sirip
ekor dan sirip
anal panjang. Sementara
cupang betina berwarna
kurang menarik, bentuk
perut gemuk serta
sirip ekor dan
sirip anal pendek.
Akibatnya, ikan cupang
jantan memiliki nilai
komersial tinggi karena
sangat disukai dan
diburu oleh pecinta
ikan hias, Sehingga
akan lebih efektif
dan menguntungkan bila
hanya diproduksi dan
dipelihara jantannya saja. Ikan
jantan sangat agresif
dan memiliki kebiasaan
saling menyerang apabila
ditempatkan dalam satu wadah
(Ostrow, 1989).
Secara
umum cupang memiliki
postur tubuh memanjang, dan
apabila dilihat dari
anterior atau posterior bentuk
tubuhnya pipih ke samping atau compressed. Kepala relatif
besar, mulut kecil dilengkapi
dengan bibir agak
tebal dan rahang yang kuat. Sirip
perut ramping memanjang, dan
mempunyai warna putih
di ujungnya. Sirip punggung terletak
lebih dekat ke
arah ekor, bentuknya relatif
lebar dan terentang
sampai ke belakang dengan
jari-jari keras dan
lunak. Sirip ekor umumnya
berbemtuk membulat (rounded). Sirip punggung
dan sirip ekor
apabila mengembang akan membulat
menyerupai kipas dan berwarna
indah. Sisik tubuhnya
ada yang kasar dan
halus, serta warnanya
sangat beragam. Sisik termasuk ke
dalam tipe stenoid (Axelrod, 1995; Yustina et al., 2003).
2.2.2
Perilaku
Ikan Cupang (Betta splendens)
Salah satu sifat yang
terkenal dari ikan cupang adalah berkelahi satu sama lainnya
untuk mempertahankan wilayahnya.
Sifat agresifnya menjadi
daya tarik tersendiri bagi seseorang untuk menyukai ikan
ini. Saat bereproduksi ikan cupang
memiliki perilaku yang unik, yaitu menari. Ketika bertelur, betina akan
mendekati sarang dan
memiringkan badannya untuk
dijepit oleh jantan
dengan meliukkan tubuhnya
agar jantan bisa
menyemprotkan spermanya ke
telur-telur tersebut (Perkasa dan Hendry, 2002).
Ikan Cupang memiliki
alat pernapasan tambahan
yang disebut labirin
(labyrinth). Alat pernapasan tambahan ini dipergunakan untuk mengambil
oksigen langsung dari
udara. Karena itu,
cupang mampu hidup
walaupun dalam kondisi
kekurangan oksigen terlarut di dalam air dan tanpa aerator (Perkasa,
2001).
Berdasarkan cara
berkembangbiaknya, cupang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1.
Kelompok Pengumpul Busa (Bubblenester)
Spesies cupang yang termasuk pengumpul busa diantaranya
Betta imbellis, Betta smaragdina, Betta akaransis, Betta coccina
atau cupang api-api, dan
Betta fasciata atau cupang
sumatera.
2. Kelompok Perawat
Telur (Mouthbreeder)
Spesies cupang
yang termasuk perawat
telur diantaranya Betta
macrostoma atau Brunei
Beauty, Makropodus opercularis atau cupang paradise, Betta urimacullata atau cupang emas, dan Betta brederi
atau cupang raja (Linke, 1994; Sanford,1995).
2.2.3
Reproduksi Ikan Cupang
(Betta splendens)
Proses
pemijahan ikan cupang
berlangsung dengan cara
betina mengeluarkan telur-telurnya dan
jantan membuahi dan
memunguti telur-telur serta
meletakkannya didalam sarang
busa. Setiap ikan
cupang (Betta splendens)
dapat menghasilkan rata-rata
telur sekitar 400-500
butir dalam satu
kali proses pemijahan.
Cupang jantan akan
menjaga sarang, merawat
telur, dan larva
yang menetas sekitar
dua hari kemudian.
Pada habitat aslinya, beberapa jenis ikan
cupang ditemukan sedang menngerami telurnya di dalam mulut
(Mouthbreeder). Dalam satu periode
pemijahan biasanya anak cupang hias
yang hidup mencapai 60% betina
dan 40% jantan.
Padahal cupang hias
yang laku dipasaran
hanya yang berjenis
kelamin jantan, kecuali untuk tujuan sebagai induk betina (Perkasa,
2001).
Reproduksi ikan
lebih dikenal dengan
istilah pemijahan, dimana
terjadi suatu peristiwa pertemuan antara ikan jantan
dan ikan betina yang bertujuan
untuk pembuahan telur
oleh spermatozoa. Ikan jantan
umumnya akan mengeluarkan spematozoa
ke dalam air
di sekitar sel-sel telur
yang dikeluarkan oleh
ikan betina (Dewantoro, 2001;
Doutrelant et al.,
2001).
Proses keluarnya spermatozoa
terjadi relatif bersamaan ketika sel telur dilepaskan oleh
betina. Dalam hal pemijahan cupang tidak memerlukan tempat yang
luas, cukup disediakan
akuarium kecil, atau ember
plastik, baskom, dapat
juga dipergunakan toples dengan
kondisi yang relatif bersih (Lingga
& Susanto, 2003).
2.2.4
Perbedaan Jenis Kelamin
Cara membedakan jenis
kelamin ikan cupang biasanya sangat sulit di lakukan apabila usia ikan masih
dini sekali, karena memang belum terlihat jelas bentuk tubuh nya. biasanya mulai
dari burayak sampai usia 1 bulan bentuk tubuh cupang tersebut masih samar.
Ikan
Cupang Jantan :
Gambar 3 Anatomi Ikan Cupang
Jantan
Ikan cupang berkelamin jantan mempunyai ciri
khas sebagai berikut :
- Tubuhnya langsing.
- Gerakan cupang jantan biasanya sangat
agresif/lincah. (dalam hal ini betina juga ada yg lincah)
- Ekor (caudal fin) dan sirip (ventral
fin/dasi) lebar dan panjang.
- Warna lebih cerah dan menarik dari pada
betina.
Ikan
Cupang Betina :
Gambar 4 Anatomi Ikan Cupang
Betina
Ikan cupang berkelamin
betina mempunya ciri khas sebagai berikut :
- Bertubuh gempal (padat, tidak panjang).
- Gerakan lebih lambat (tidak agresif).
- Ekor (caudal fin) dan sirip (ventral
fin/dasi).
- Warna kurang menarik.
2.2.5
Habitat Ikan Cupang (Betta splendens)
Ikan cupang
(Betta splendens) hidup
di daerah tropis,
terutama di benua
Asia sampai Afrika.
Habitat asalnya berupa
perairan dangkal berair
jernih, seperti daerah persawahan atau anak sungai yang
memiliki temperatur 24-27C dengan
kisaran pH 6,2
– 7,5 serta
tingkat kandungan mineral
terlarut dalam air
atau kesadahan (hardnees)
berkisar 5 – 12 dH. Pada umumnya ikan cupang sanggup bertahan hidup dan berkembang biak dengan
baik pada kisaran pH 6,5 – 7,2 dan
hardnees berkisar 8,5 – 10 dH.
Akan tetapi saat
ini ikan cupang
sudah banyak dibudidayakan
dalam wadah atau
lingkungan yang terkontrol
seperti kolam, akuarium, bak dan wadah budidaya lainnya.
Perkembangbiakan Betta sp.
bersifat bubblenester, yaitu membuat
sarang busa sebelum
memijah dan telur-telur dimasukkan ke dalamnya (Linke,
1994; Sanford,1995).
2.3
Jenis-Jenis Ikan
Cupang
Para breeder mengelompokkan jenis ikan cupang
berdasarkan penampakan bentuk dan warnanya. Setiap hasil silangan yang mempunyai
bentuk dan karakter yang khas, akan diberikan nama tersendiri. Jenis-jenis ikan
cupang hias adalah sebagai berikut.
Gambar 5
Jenis Ikan Cupang
Bentuk
cupang berdasarkan penilaian kontes Masyarakat Cupang Hias Indonesia (MCHI),
dari kiri ke kanan (1) Halfmoon, (2) Crown Tail, (3) Plakat, (4) Double Tail.
1. Halfmoon ( Bulan Sepotong)
Jenis
ikan cupang halfmoon memiliki sirip dan ekor yang seolah menyatu membentuk
setengah lingkaran. Bila dilihat dari samping, sirip ikan halfmoon berbentuk
seperti bulan sebelah. Ikan cupang halfmoon dipelihara karena keindahannya.
Jenis ini mempunyai varian warna yang beragam mulai dari merah menyala, kuning,
dan varian warna lainnya. Ikan cupang jenis ini pertama kali dibudidaya di
Amerika Serikat oleh Peter Goettner pada tahun 1982.
2.
Crown tail (serit)
Indonesia
mungkin bisa sedikit berbangga, karena ikan cupang serit dilahirkan oleh para
breeder dari daerah Slipi, Jakarta. Cupang serit menjadi mendunia karena
variasi keindahannya. Di sebut crown tail atau ekor mahkota, karena bila
dibalik menghadap ke atas serit-serit pada ekornya terlihat seperti mahkota raja.Jenis
ikan cupang serit memiliki banyak varian. Ada yang seritnya tunggal, dimana
dalam setiap serit hanya terdapat satu tulang sirip. Ada juga yang berserit dua
atau serit ganda. Keindahan ikan cupang serit sudah diakui dunia dan
dipertandingkan di International Betta Congress (IBC).
2.
Plakat
(petarung)
Plakat
berasal dari istilah di Thailand yang artinya kurang lebih adalah tarung atau
laga. Sesuai dengan namanya, jenis ikan cupang inibiasa digunakan sebagai
cupang aduan. Thailand memang memiliki tradisi adu cupang yang sudah melegenda. Sirip
dan ekor cupang plakat biasanya pendek tidak menjumbai seperti serit dan
halfmoon. Karena pendek, sirip tersebut memberikan kesan kokoh dan kekar. Gerakan
ikan cupang plakat tidak terlalu anggun tapi terlihat lebih sangar.
4.
Dauble tail (cagak)
Disebut
double tail karena bagian ekornya terbelah dua, seperti bercagak dua. Jenis
ikan cupang double tail tergolong sulit dikembangkan. Oleh karena itu
keberadaannya masih jarang dijumpai dipasaran (Linke).
2.4
Seksualitas Ikan Cupang
Ciri seksualitas primer dan sekunder
ikan cupang cukup mudah dikenali dengan
pengamatan secara visual dari ciri kelamin sekundernya. Berikut ini ciri-ciri
indukan yang baik dan siap kawin:
a.
Pejantan
Telah mencapai usia delapan bulan. Dapat
ditandai dengan ukuran yang sudah melebihi enam senti meter. Atau melihat
pangkal ekor yang kekar.
· Memiliki bentuk
fisik yang bagus.
· Memiliki mental
yang berani.
· Memiliki warna yang cerah dan cemerlang.
· Sering membuat
gelembung busa di permukaan air.
· Gerak-gerik yang genit ketika melihat cupang
betina
· Memiliki dasi,
yaitu modifikasi dari sirip ventral yang lebih panjang dari betina.
b.
Betina
· Mencapai usia yang cukup yakni delapan bulan. Ditandai dengan
perutnya yang gendut.
· Memiliki bentuk
fisik yang bagus.
· Memiliki warna
cemerlang serta sirip yang tegas.
· Tubuh ikan
berubah warna menjadi garis-garis transparan seperti zebra.
· Bintik putih pada abdomen yang menjendol tanda telur siap dibuahi.
Sedangkan ciri kelamin primer relatif sulit
untuk diamati secara visual karena organ genitalnya cukup kecil. Ikan cupang
jatan mempunyai organ yang bernama testis, sedangkan ikan cupang betina
mempunyai organ yang bernama ovari (Perkasa.2010).
2.5
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Cupang
TKG (Tingkat
Kematangan Gonad) menunjukkan suatu tingkatan kematangan seksual ikan. Sebagian
besar hasil metabolisme digunakan selama fase perkembangan gonad. Umumnya
pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh,
sedangkan untuk ikan jantan berkisar antara 5-10%. Dalam mencapai kematangan
gonad, dapat dibagi dalam beberapa tahapan. Secara umum tahap tersebut adalah
akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan saat pertama
kali matang gonad (length at first maturity, Lm) bergantung pada pertumbuhan
ikan itu sendiri dan faktor lingkungan. Pembagian tahap kematangan gonad
dilakukan dalam dua cara, yakni analisis laboratorium dan pengamatan visual. Cara yang
umum digunakan ialah metode pengamatan visual berdasarkan ukuran &
penampakan gonad, sebagai catatan metode ini bersifat subyektif. Indikator
pembagian tahapan kematangan gonad dengan cara visual ialah:
1. Ukuran gonad dalam menempati rongga badan (kecil, 1/4
bagian, 1/2 bagian, ¾ bagian atau penuh).
2. Berat
gonad segar (ditimbang).
3. Penampakan
: warna gonad.
4. Penampakan
butiran telur (ova) untuk ikan betina (opaque, translucens /ripe/gravid).
5. Ada
tidaknya pembuluh darah, dll.
Semakin besar
ukuran gonad (beratnya makin tinggi), maka semakin tinggi pula TKG-nya. Nilai
TKG juga berbanding lurus dengan nilai GSI (Gonado Somatic Index) dan atau GI
(Gonad Index). Rumus GSI menurut Batts (1972):
GI=(Wg/L^3)*10^8
Keterangan:
GI: Gonado Somatic Index; Wg: Berat Gonad
(gram); L Panjang ikan (mm). Karena sifatnya yang subjektif, sering terjadi
perbedaan tahap TKG baik karena perbedaan observer maupun perbedaan waktu.
Sebagai acuan standar umum digunakan 5 tahap TKG (Five stage of visual maturity
stage for partial spawning fishes), yakni:
1. TKG I (immature, dara);
2. TKG II (developing, dara berkembang);
3. TKG III (maturing/ ripening, pematangan);
4. TKG IV (mature/ ripe/ gravid, matang)
5. TKG V (spent, salin).
Diantara
kelima kematangan standar tersebut, TKG III biasanya memiliki nilai GSI/GI
dalam kisaran yang luas, menunjukkan tahap pematangan itu berlangsung relatif
lebih lama dibanding TKG lainnya. Perbedaan spesifik dari tiap TKG bisa
diketahui dari pengamatan mikroskopis terhadap ukuran diameter & penampakan
ova, atau irisan histologis dari gonad/ovary (Effendie; Moch. Ichsan. 2002).
2.6
Fekunditas Ikan
Cupang
Kandungan lemak tinggi dapat mengakibatkan
timbunan lemak yang
menutupi saluran pengeluaran telur
(oviduct), sehingga induk
akan kesulitan dalam pengeluaran
telur (Rusdi, 2000).
Keberadaan pigmen diduga
juga mempengaruhi fekunditas.
Karoten berfungsi penting dalam
fisiologis, yaitu dalam
sisrem endokrin seperti perkembangan dan pematangan gonad. Daphnia dan Tubfex
mengandung karoten yang
mengakibatkan warna merah
pada tubuhnya, sedangkanjentik
nyamuk tidak (Latscha,
1990).
Berdasarkan sidik
ragam pengaruh perlakuan umur terhadap fekunditas
menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,0 I ), artinya
umur sangat berpengaruh dalam
fekunditas. Uji BNT dengan
perbedaan rata-rata
menunjukkan umur 3 bulan dengan 3,5
bulan tidak berbeda nyata (P>0,05), namun
keduanya berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan
umur 4 bulan. Sidik ragam
pengaruh perlakuan pakan
terhadap fekunditas
menunjukkan perbedaan sangat
nyata (P<0,01 ). Sidik ragam
pengaruh umur dan pakan didapatkan hasil tidak
berbeda nyata (P>0,05), artinya dalam
aplikasinya bahwa perbedaan
umur dan pakan sama-sama menunj
ang dalam peningkatan
fekund itas. Pengaruh Umur Dan
Pakan Alami Terhadap
Produksi Larva Induk umur4 bulan
memiliki produksi larva
lebih tinggi, hal ini
dikarenakan kemampuan produksi
larva didukung kuantitas dan
kualitas dari telurnya,
bilatelur yang dihasilkan sedikit
dan mernpunyai kualitas
kurang baik maka produksi larvanya
juga rendah. (Carlender,1969 dalam
Effendie, 1975).
Rata-rata laju
pertambahan panjang ketiga
umur relative sama. Menurut
Zonneveld dkk (1991)
harnpir sernua kasus pertumbuhan
(laju), ukuran dan
umur saling berhubungan. Umumnya
laju pertumbuhan menurun dengan bertambahnya ukuran
tubuh dan umur,
namun kemungkinan ketiga umur ikan
cupang tersebut belum mencapai titik maksimal.
Tubifek menghasilkan la.ju pertambahan paling
baik untuk-jantan maupun betina, karena Tubifek mengandung protein dan
lemak yang baik untuk
pertumbuhan ). Data pertumbuhan bobot
mutlak rata-rata induk
.iantan0,52 gr - 1,08 gr dan 0,52 gr - 1,0 gr
induk betina.Untuk umur
induk jantan maupun betina, didapatkanhasil umur 4
bulan mempunyai pertumbuhan bobotmutlak
lebih tinggi, karena
kemampuan memakannyalebih besar.
Pertumbuhan bobot mutlak induk
jantandan betina dengan
pakan Tubifex menunjukkan hasil
paling tinggi (Subandiyah.
dkk, I 990).
3
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ikan cupang (Betta splendens) adalah salah
satu jenis ikan hias yang memiliki banyak bentuk terutama pada bentuk ekor,
seperti tipe mahkota (crown tail), ekor penuh (full tail) dan slayer. Ikan jantan sendiri memiliki
harga yang lebih tinggi atau mahal daripada
betina. Hal ini
disebabkan ikan jantan
memiliki keunggulan dari
morfologi dan warnanya
sehingga menjadi nilai estetika.
Penampakan warna pada ikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu : jenis
kelamin, kematangan gonad,
genetik dan faktor
geografi. Cupang jantan
dapat dibedakan dari
warnanya yang cerah
dan menarik, bentuk
perut ramping, serta
sirip ekor dan
sirip anal panjang.
Sementara cupang betina
berwarna kurang menarik,
bentuk perut gemuk
serta sirip ekor
dan sirip anal
pendek. Salah satu sifat yang terkenal dari ikan cupang adalah berkelahi
satu sama lainnya untuk
mempertahankan wilayahnya. Sifat
agresifnya menjadi daya
tarik tersendiri bagi seseorang
untuk menyukai ikan ini.
Cara membedakan jenis
kelamin ikan cupang biasanya sangat sulit di lakukan apabila usia ikan masih
dini sekali, karena memang belum terlihat jelas bentuk tubuh nya. biasanya
mulai dari burayak sampai usia 1 bulan bentuk tubuh cupang tersebut masih
samar. Ikan cupang
(Betta splendens) hidup
di daerah tropis,
terutama di benua
Asia sampai Afrika.
Habitat asalnya berupa
perairan dangkal berair
jernih, seperti daerah persawahan atau anak sungai yang
memiliki temperatur 24-27C.
Ikan
cupang (Betta sp.)
pada umumnya menyukai
jenis makanan yang
bergerak, makanan harus
tersedia sejak telur
cupang menetas. Warna pada ikan
disebabkan oleh adanya
sel pigmen atau
kromatofora yang terdapat dalam
dermis pada sisik,
di luar maupun
di bawah sisik.
Warna merah atau kuning
merupakan warna yang
mendominasi ikan hias. Bentuk
Ikan cupang (1) Halfmoon, (2) Crown Tail, (3) Plakat, (4)
Double Tail. Ikan
cupang cukup mudah dikenali dengan pengamatan secara visual dari ciri kelamin
sekundernya
TKG (Tingkat Kematangan Gonad)
menunjukkan suatu tingkatan kematangan seksual ikan, jenis budidaya yang biasa dilakukan adalah Budidaya Jasad Pakan dan Pemeliharaan Burayak (Larva). Maskulinasi bisa
dilakukan dengan Pembuatan ekstrak purwoceng dan Pemijahan induk.
3.2
Saran
Dalam pembuatan makalah ini penyusun sadar
masih banyak kekurangannya, baik dari segi kelengkapan informasi yang disajakin
maupn dari tata penulisannya. Meskipun masih banyak kekurangan, semoga kritik
dan saran yang membangun dari pembaca mampu meningkatakan dalam perbaikan
pembuatan makalah selanjutnya, semoga makalah yang telah dibuat ini dapat
memberikan manfaat dan sumber informasi bagi pembaca.
3.3
DAFTAR PUSTAKA
Axelrod,
H.R. 1995. Encyclopedia of Tropical
Fishes: With Special Emphasis
on Techniques of Breeding. T.F.H.
Publications, Inc. University of
California. 631 h.
Effendi,H.2002. Telaah Kualitas
Air Bagi Pengelolaan
Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Bogor :IPB.
Effendie, M.l. 1975. Metode Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor. h. 92.
Gema Wahyu Dewantoro. 2013. Mengenal Cupang
(Betta sp.) Ikan Hias Vol 1(1) Mei 2017: 28-32.
Gouveia. 2016. Journal of Aquaculture
Management and Technology. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 130-136.
Latscha, T. 1990.'B Carotenoids' Their Nature and Significance
in Animal Feeds. Departrnent of Anirnal
Nutritions and Health F. Hoffrnan -La
Roche. Ltd. Basel.
Su,itzerland. h. I 10.
Lingga, P. Susanto,
H. 2003. Ikan
Hias Air Tawar. Penebar
Swadaya. Jakarta. h. 45.
Linke H.1994. Eksplorasi Ikan Cupang di Kalirnantan.Trubus. No.297. h. 86-89.
Ostrow, M.E. 1989. Betta's. T. F. H Pub. Inc.
Canada. 91 pp.
Perkasa, B.E. 2001. Budidaya Cupang Hias dan Adu.
Penebar Swadaya. Jakarta :Erlangga.
Subandiyah, S. Subagdja, J. dan Tarupay, E. 1990.Pengaruh Suhu dan
Pemberian Pakan Alami (Tubifek sp. dan
Daphnia.sp.) terhadap Pertumbuhan dan Daya Kelangsungan Hidup Ikan
Botia (Botia macracantha Bleeker). Buletin Penelitian
Perikanan Darat.9 ( 1)
: 68.
Yustina,
Arnentis & Darmawati.
2003. Daya Tetas dan
Laju Pertumbuhan Larva
Ikan Hias (Betta splendens)
di Habitat Buatan.
Jurnal Natur Indonesia 5 (2): 129-132.
Zain, M. 2002. Sex Reversal Memproduksi Benih Ikan
Jantan atau Betina. Penebar Swadaya. Bogor.
Zairin, M. Jr, Waskitaningtyas, N dan K,
Sumantadinata. 2002. Pengaruh Pemberian Artemia yang Direndam di dalam Larutan
17α-Metiltestosteron
Berdosis Rendah terhadap
Nisbah Kelamin Ikan
Cupang (Betta splendens). Jurnal
Aquaculture Indonesia. 2: 107-112.